Surat untuk Mama
Mentari terik kala jarum jam tepat berada pada angka 12, tengah hari. Peluh bercucur dari kening gadis berusia 12 tahun yang terus melangkahkan kaki di trotoar. Pakaian berdasi beserta tas di punggungnya menandakan bahwa ia baru saja pulang sekolah. Keylara, nama yang diberikan ayahnya saat masih ada pada dimensi yang sama namun sayangnya semua itu telah berakhir.
Tiba di titik terakhir yang tak lain adalah rumah ia langsung bergegas untuk berkemas diri dan mengerjakan setiap pekerjaan rumah sebelum ibunya pulang. Ia tinggal di rumah besar dan ada dua pekerja di rumahnya namun semua pekerjaan rumah menjadi bebannya.
Seseorang memperhatikan Key dari kejauhan. Merasa kasihan dengan nasib gadis kecil itu.
“Non, sini biar bibi aja yang beresin,”
“Gak usah bi, key udah biasa kok.. “
Terlepas dari kebiasaan yang sudah lama ia jalani, beberapa bulan lalu Key menjalani hidup dengan teramat senang. Dimanja, diberi kasih yang lebih, selalu menjadi kebanggan seorang ayah, namun hal itu justru bertolak belakang dengan keadaannya sekarang.
“Papa.. kenapa papa ninggalin aku sendirian..?” Ia hanya menangis, bertanya kepada diri sendiri seolah ada seseorang yang akan menjawab.
Suara kunci pintu langsung membuat Key terkejut. Ibunya sudah pulang dan dia harus bagaimana sekarang, tak ada hal yang bisa ia lakukan untuk menghindari amarah ibunya. Entah mengapa seorang ibu bersikap seperti itu. Apakah Key hanya pembawa sial? Jawabannya adalah bukan. Hanya ada sesuatu yang Key belum tahu dan sekarang bukan saatnya.
...
Beberapa tahun ke belakang. Seorang ibu baru saja melahirkan bayi mungil nan cantik. Sungguh anugerah Tuhan yang terindah untuk keluarga kecilnya. Namun ayah dari anak itu sangat kebingungan lantaran biaya rumah sakit yang harus dibayar cukup mahal. Mereka hanya keluarga dari ekonomi kecil yang untuk makan saja susah. Mata pencaharian yang tak menentu membuatnya harus memutar otak agar uang bisa mencukupi kebutuhan.
“Mas, bukannya tabungan kita masih ada?” Tanya istrinya.
“Tabungan? Kamu pikir kita gak punya kebutuhan lain? Semua tabungan itu sudah habis buat makan kita sehari hari!” Bentaknya.
“Kamu jual saja motor kamu itu dulu, nanti kan bisa terganti lagi.. demi anak kita mas,” saran Mida. Ya, istrinya bernama Mida.
“Apa? Dijual? Gak. Motor itu buat aku cari uang.”
Beberapa menit mereka habiskan untuk berdebat, hingga akhirnya suami Mida menemukan jalan keluar. Sepasang suami istri berada di tempat yang sama, mereka tengah membayar sesuatu.
“Terimakasih tuan, nyonya, saya sangat senang menemukan orang baik seperti anda berdua,”
Tak lama setelah itu suami Mida masuk ke ruangan istrinya dengan senyum sumringah.
“Dek, kamu udah bisa pulang sekarang,”
“Beneran mas?” Tanya Mida tak percaya.
Mendengar kabar baik dari suaminya ia pun langsung berkemas agar segera meninggalkan ruangan.
“Tapi.. bayi kita diambil orang lain,”
Tak ada angin maupun hujan rasanya Mida seperti tersambar petir saat ini. Wajahnya seketika berubah muram, perasaan senang hilang seketika setelah kalimat tersebut keluar dari mulut suaminya.
“Maksud mas gimana?” Tanya Mida masih bingung dengan ucapan suaminya.
Suami Mida menjelaskan secara detail perihal anak dan orang yang akan mengasuh anak mereka. Air mata membasahi pipi, perjuangan hidup dan matinya seolah sia sia. Namun mereka percaya bahwa dibalik semua ini ada sesuatu yang bisa dipetik.
Singkat waktu 6 tahun sudah berlalu. Bayi mungil itu kini mulai bertumbuh besar. Keylara Raina adalah nama yang diberikan papa nya, Sean. Ya, Key menjadi anak kesayangan Sean karena pada dasarnya cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya. Ia tumbuh dengan baik, cantik dan rambut panjangnya yang terurai bahkan hampir sama dengan boneka kesayangannya yang bernama Nana.
Suatu hari keluarga mereka berlibur ke pantai. Key bermain istana pasir sedangkan saudara laki lakinya bermain bola. Sean dan istrinya berada di tepian, memperhatikan buah hati mereka dari kejauhan.
“Istananya bagus banget, Nana pasti suka.. benarkan Nana?”
“Betul Key, aku suka sekali!” Monolog itu berlangsung.
Tiba tiba saudara Key menghancurkan istana pasir itu dengan menendangnya bahkan hal itu disenangi oleh Meri, mamanya. Seolah ada suatu hal yang bersembunyi dibalik perangai baik Meri pada Key depan Sean.
“Sayang sini!” Teriak Meri pada anak laki lakinya. Membawa sebuah nampan berisi makanan. Sedangkan Key dia hanya bermain sendirian bahkan hingga pulang pun Meri tidak mempedulikan Key.
Beberapa hari berselang perdebatan hebat antara keduanya memenuhi seluruh isi rumah. Meri yang membela anak laki lakinya dan Sean yang terus mengingat anak perempuanya. Semuanya berada di jalan yang berbeda dan pada akhirnya Sean mengalami serangan jantung secara tiba tiba.
“PAPA!” Teriak Key melihat ayahnya yang terbaring tak berdaya. Tapi sekeras apapun ia berteriak ayahnya tak kunjung bangun.
“Papa bangun.. Key gak mau sendirian..” Key terus mencoba agar ayahnya bisa terbangun, namun sayang usahanya percuma. Sean sudah menghembuskan nafas terakhirnya.
Tangis Key pecah. Dunianya hilang. Tak ada kasih yang akan ia rasa lagi, tak ada seseorang yang akan menceritakan dongeng saat ia akan tidur. Semua itu sudah berakhir.
...
Hari hari menjadi sangat lama untuk Key. Tak ada waktu bebas untuk ia bermain layaknya anak berusia 12 tahun. Kesehariannya adalah memberi makan kucing, membersihkan seisi rumah tanpa mendapat makanan. Hal itu membuat pembantunya merasa kasihan dan dia yang selalu memberinya kasih sayang layaknya orang tua, namun entah mengapa kebaikan nya selalu diketahui Meri dan hingga akhirnya Key yang kena marah.
Meri tengah pergi saat itu, Key tengah membersihkan halaman rumah. Mobil berwarna putih berhenti di depan gerbang, seseorang keluar dari sana.
“Key!” Panggilnya. Sontak Key pun menengok ke arah suara itu. Tera, teman saudara laki lakinya.
“Kak tera, kenapa kak?” Tanya Key.
“Ayo ke pantai, kamu udah lama kan gak pergi ke pantai?” Key mengangguk. “Iya kak, terakhir waktu papa masih ada”
Melihat kondisi sedang aman Key pun mengiyakan ajakan Tera. Sepanjang perjalanan menuju pantai Key nampak sangat menikmati udara luar yang sejuk. Sudah lama ia tak merasakannya. Hingga akhirnya mereka tiba di pantai dan bermain. Tak sadar waktu sudah sangat sore, dan Key harus segera pulang tetapi Tera menahannya dan mengajak Key agar pulang bersama namun Key menolak dan memilih pulang sendirian.
Sepanjang jalan ia berlari dengan pikiran tak karuan, gambaran ibunya akan arah menjadi sesuatu yang menakutkan untuk dihadapi. Mobil Tera berhasil menyusul Key. Pada akhirnya Key dan Tera pulang bersama.
Tak lama mereka sampai di depan gerbang rumah Key. Meri sudah berdiri dengan tangan dilipat di dada. Mukanya datar, melihat hal itu Tera pun ikut masuk untuk menemui Meri.
“Tante maaf ya, tadi aku yang ajak Key jalan..” Ucap Tera merasa bersalah. Meri pun mengangguk sambil tersenyum hangat pada Tera. “Gak masalah Tera, tante cuma khawatir Key kenapa kenapa,” mulut Meri mengucap dengan santun namun tangannya mengepal kuat pada tangan Key.
Setelah Tera pamit dan sudah meninggalkan kediamannya, Meri menyeret Key secara kasar. Key dibanting lalu terduduk ketakutan. Setelah itu Meri mengambil sapu dan gagangnya ia gunakan untuk memukul Key. Bagian punggung, tangan, kepala, leher dan hampir sekujur tubuh Key mendapat hantaman keras benda tersebut.
“SAKIT MAH!”
“UDAH MAH! SAKIT!”
Teriakan demi teriakan Key hanya menjadi penambah amarah ibunya.
“Sakit?! RASAIN KAMU!” Teriak Meri sembari terus memukul Key menggunakan sapu.
Setelah puluhan pukulan itu selesai Meri membawa Key menuju gudang. Memberikan sesuatu yang lebih keras dari sebelumnya. Leher Key dicekik dengan kuat, tamparan dan caci maki terus Key terima.
“KAMU PIKIR KAMU SIAPA DI SINI HAH?!” Teriak Meri diiringi tamparan keras yang mendarat di tubuh Key. Hingga akhirnya ia mendorong Key agar terhantam ke dinding dan Key pun tak sadarkan diri.
Malam yang kelam telah dilalui Key. Sekujur tubuhnya penuh lebam. Ia hanya bisa merintih dan menangis. Keesokan harinya ia berangkat ke sekolah. Seragam yang acak acakan dan rambut yang terurai kusut membuat siapa saja yang melihatnya akan bertanya tanya apakah dia tidak punya orang tua?
Sampai di sekolah hanya ia yang memakai seragam putih merah, sedangkan teman temannya mengenakan kebaya. Ya, hari ini hari ibu dan Key sama sekali tidak mengetahui sebelumnya. Tiba tiba ia ditunjuk untuk naik ke panggung oleh temannya dan guru Key pun mengajak. Mau tak mau ia harus mengiyakan.
Ia berdiri menghadap khalayak. Pikirannya kosong. Bagaimana ia harus menggambarkan seorang ibu?
“Dulu.. Key punya papa namanya Sean dan Key juga punya boneka namanya Nana. Nana itu tidak punya papa dan mama, tapi dia punya Key. Waktu papa masih ada Key sering main sama papa, dan mama juga sayang sama Key. Tapi semenjak papa gak ada Key sendirian, teman Key hanya Nana. Cerita Nana adalah cerita Key. Bedanya Nana bahagia sedangkan aku tidak.”
Semua yang hadir di tempat itu menangis, sedih. Mengerti dengan maksud cerita Key. Ia memiliki orang tua, setelah ayahnya meninggal kehidupannya jadi bertolak belakang. Ia merasa jadi sebatang kara padahal masih memiliki ibu. Guru dan temannya mendekap Key dengan erat. Merasa kasihan karena sebelumnya mereka tidak pernah mengetahui kehidupan Key seburuk itu. Untungnya masih ada orang baik di sekitar Key.
Setelah semuanya selesai dan waktu pulang sudah tiba semua siswa membubarkan diri. Begitu pun dengan Key. Saat sampai di rumah ia langsung memberi makan kucing kesayangan Meri, karena kelelahan Key pun terlelap di sofa. Cukup lama hingga Meri pulang dan melihat kucing kesayangannya mati. Amarah itu sudah muncul terlebih saat ia melihat Key yang tengah tidur di sofa. Ia duduk di samping Key sembari membelai rambut Key secara halus hingga akhirnya Key terbangun dan terkejut melihat Meri di sampingnya.
“Sudah sadar?” Tanya Meri dengan amarah yang masih dipendam. Tak lama ia pun menyeret Key ke kamar mandi. “IKUT!”
Key terduduk saat tubuhnya dihempaskan. Meri mengambil air lalu menyiramkannya pada tubuh Key.
“KAMU JAHAT! KAMU BUNUH KUCING SAYA!”
“RASAIN KAMU!”
“DIAM! KUCING SAYA MATI GARA GARA KAMU!”
“BERDIRI KAMU!”
Kemudian Meri memegang punggung leher Key secara kasar dan menenggelamkan kepala Key ke dalam bak mandi beberapa kali dalam waktu yang lama. Hingga akhirnya Key tak berdaya dan lemas.
“Papa... tolong aku... aku takut pah...”
Suasana rumah hening. Pintu tertutup rapat, tak ada celah yang terbuka, daun daun berserakan di halaman. Cerita itu sudah selesai.
...
Di lain tempat poster mengenai anak hilang tertempel di sepanjang jalan.
ANAK HILANG! TOLONG!
Nama : Keylara Raina
Usia : 12 tahun
Ciri ciri : Terakhir mengenakan seragam sekolah, rambut panjang terurai, ....
JIKA ANDA Melihat/MENGETAHUI TOLONG HUBUNGI NOMOR : 08123456789
Seseorang menyadari bahwa terdapat salah satu poster yang tertempel. Ia bergegas pergi ke rumah mantan majikannya untuk menanyakan keberadaan Key. Saat sudah tiba di sana ia malah mendapat semprotan amarah Meri.
“Anak saya hilang! Saya pusing! Saya sedih! Tolong anak saya hilang!”
“Pergi kamu!”
Di lain sisi, seseorang yang berbeda juga mengetahui kabar anak hilang itu. Ia langsung bergegas menuju rumahnya untuk menunjukkan poster tersebut pada suaminya. Hingga akhirnya ia tiba di rumah. Suaminya tengah bermesraan dengan istri keduanya. Ya, saat Mida bekerja di luar kota suaminya menikahi perempuan lain yang kini tengah hamil besar.
“Mas! Bukannya ini Keylara mas?”
“Ayo cari mas cepetan!” Suruh Mida. Suaminya kebingungan.
“Ya aku harus cari dia kemana?”
“Cari sekarang atau aku usir kalian berdua dari sini?!!”
Suaminya langsung mencari keberadaan Key. Tak berselang lama, terdengar bunyi pintu diketuk.
“Permisi.. bu tolong buka pintunya”
“Iya pak sebentar..”. Mida membukakan pintu. 3 orang polisi berada di hadapannya sekarang.
“Ada apa ya pak?” Tanya Mida kebingungan.
“Apa benar ibu adalah ibu kandungnya Keylara Raina?”
“Iya pak benar,”
“Ibu ikut kami sekarang,”
“Tapi pak..”
“Jangan takut bu, kami tidak akan menahan ibu, kami hanya akan membawa ibu ke rumah sakit.”
Sampai ditempat yang disebut oleh polisi tadi. Mida berjalan sesuai arah yang mereka tunjukkan dan berhenti di satu ruangan “Ruang Jenazah”. Lalu ia masuk dengan ragu. Ada seseorang yang ditutupi kain putih. Perlahan ia membukanya dan itu adalah.. Keylara Raina. Histeris. Hancur. Menyesal. Semua sudah menjadi bubur. Dengan tangis yang pecah ia mendekap jenazah putrinya lalu menciumi nya sampai petugas yang disana harus menenangkan Mida namun ia tak bisa terlepas dari putrinya sampai akhirnya ia terduduk tak berdaya. Dunianya sudah benar benar hancur.
Suami Mida berjalan ke area parkiran. Menangis dan menyesal, terlebih saat ia lebih mempertahankan motor daripada putrinya. Amarah bercampur aduk, ia pun menendang motor miliknya hingga terjungkal dan mencoba menghancurkannya. Tak ada lagi yang bisa dilakukan selain hanya menangis.
Beberapa minggu setelah tragedi itu terjadi, Mida kini berada di pengadilan. Meminta agar pelaku yang tak lain adalah Meri dihukum setimpal. Kehidupan Keylara Raina begitu pahit jika Meri hanya dihukum beberapa tahun penjara. Key diberi kehidupan yang tak layak sebagai manusia. Ia dipaksa memakan makanan hewan, bahkan setiap malam ia harus rela menerima puluhan pukulan dan tamparan dan pada akhir hayatnya ia masih mendapatkan hal yang tak layak, jasadnya dikubur di belakang rumah dengan tubuh yang terbujur kaku dan ditemukan dalam kondisi yang mengenaskan. Hujan mengguyur deras saat jasad gadis itu belum ditemukan, bahkan alam pun ikut bersedih. Nana yang tak lain adalah boneka yang menjadi saksi bisu kehidupan kelam Key bahkan ikut menemani Key dalam cerita terakhirnya.